Sabtu, 21 April 2012

Tulisan 3 ( contoh kasus hukum perikatan )


Tulisan 3 ( contoh kasus hukum perikatan )

KASUS SURABAYA DELTA PLAZA
:Sewa - Menyewa Ruangan :

A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.  Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991.  Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.

Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa.  Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.

B. Konsep Hukum Perdata Tentang Perikatan (Perjanjian)
1. Macam-macam Perikatan
Berdasarkan KHU Perdata, macam-macam perikatan diuraikan sebagai berikut :
1.      Perikatan Bersyarat
Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Sehingga perjanjian seperti ini akan terjadi jika syarat-syarat yang ditentukan itu terjadi.
2.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Suatu perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai pada waktu yang ditentukan. Sehingga segala kewajiban oleh pihak yang terikat tidak dapat ditagih sebelum waktu yang diperjanjikan itu tiba.
3.      Perikatan Alternatif
Suatu perikatan yang mana debitor dalam memenuhi kewajibannyadapat memilih salah satu diantara yang telah ditentukan.

4.      Perikatan Tanggung-menanggung
Dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya.
5.      Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dimana setiap debitor hanya bertanggungjawab sebesar bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya.
6.      Perikatan dengan ancaman hukuman
Suatu perikatan dimana seseorang untuk jaminan pelaksanaan diwajibkan melakukan sesuatu jika perikatan itu tidak dipenuhi.

2. Berakhirnya Perikatan
Undang-undang menyebutkan ada sepuluh macam cara terhapusnya perikatan, yaitu antara lain :
Karena pembayaran, pembaharuan hutang, penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penitipan, kompensasi atau perjumpaan hutang, percampuran hutang, pembebasan hutang, hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, pembatalan perjanjian, akibat berlakunya syarat pembatalan dan sudah lewat waktu.
3. Sistem pengaturan hukum perikatan
Sistem pengaturan hukum perikatan adalah bersifat terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam UU. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari ketentuan pasal ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menemukan isi perjanjian dan bebas menetukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam menentukan suatu perikatan, maka tidak boleh melakukan perbuatan yang melawan hukum. Sebagaimana dalam H.R. 1919 yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai berikut :
1.      Melanggar hak orang lain
2.      Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku yang dirumuskan dalam UU
3.      Bertentangan dengan kesusilaan
4.      Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat, aturan kecermatan ini menyangkut aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya dan aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak menyelenggarakan kepentinagn sendiri.


C. Analisis kasus
Setelah pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk meramaikan sekaligus berjualan di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya, maka secara tidak langsung PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Tarmin Kusno yang dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
Perjanjian tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.      Suatu hal tertentu;
4.      Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa dikatakan sudah adanta kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun pada kenyataannya, Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua kewajibannya kepada PT SDP, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap berisi keras untuk tidak membayarnya.  Maka dari sini Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah pihak PT SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT SDP bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka pihak PT SDP bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza.
http://moenawar.multiply.com/journal/item/4?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitm

HUKUM PERIKATAN


Tugas 5. Hukum Perikatan

HUKUM PERIKATAN

Definisi hukum perikatan menurut Para Ahli :
    • Hofmann
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.
    • Pitlo
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
    • Vollmar
Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.

Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih.Yang menjadi objek percintaan ialah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.
Macam-macam prestasi adalah:
(1) Memberikan sesuatu, yaitu membayar harga, menyerahkan barang, dan sebagainya.
(2) Berbuat sesuatu, yaitu memperbaiki barang rusak, membongkar bangunan, karena putusan pengadilan, dan sebagainya.
(3) Tidak berbuat sesuatu, yaitu tidak mendirikan bangunun, tidak memakai merek tertentu karena putusan pengadilan.
B.  Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu:
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
  2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis dan overeenkomst, yaitu :
1.   Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2.   Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
3.   Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1.   perikatan
2.   perutangan
3.   perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu : perjanjian dan persetujuan.
Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.
Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum.
 Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
C. Azas Hukum Perikatan
Azas-azas hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
  1. Azas Kebebasan Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
  1. Azas Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
  1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
  2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
  3. Mengenai suatu hal tertentu
  4. Suatu sebab yang halal
D. Wanprestasi
Wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi prestasi (ingkar janji) yang telah di perjanjikan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu :
(1)    Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun karena kelalaian.
(2)  Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi diluar kemampuan debitur, dalam arti bahwa debitur di sini dianggap tidak bersalah.

Untuk adanya kesalahan harus dipenuhi syarat-syarat :



(1)perbuatanyang dilakukan harus dapat dihindarkan, (2) perbuatan tersebut dapat
dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang
akibatnya.

Bentuk wanprestasi :
1.          Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan.
2.         Debitur terlambat memenuhi perikatan.
3.         Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibatnya : jika merugikan wajib mengganti kerugian.
1.          Ganti rugi.
2.         Pembatalan.
3.         Pelaksanaan + ganti rugi.
4.         Pembatalan + ganti rugi.

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perikatan-12/